MAANFAAT PENGGUNAAN PAJAK
DISUSUN OLEH :
NAMA : Tuti Puspitasari
KELAS : 3EB25
NPM : 27212500
UNIVERSITAS GUNADARMA
EKONOMI AKUNTANSI
2012
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Salah
satu trading topic pembicaraan masyarakat saat ini adalah pajak. Di samping
karena memang kewajiban sabagai warga negara, pajak menjadi perbincangan
lantaran adanya kasus besar yang berhubungan dengan pajak. Lalu, apa sebenarnya
pengertian pajak sebenarnya? Apa saja isi undang-undangnya dan apa sebenarnya kegunaan
pajak bagi negeri ini?
2.
RUMUSAN
MASALAH
Pokok
permasalahan yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah apa kegunaan pajak
di Indonesia?
3.
TUJUAN
PENULISAN
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa sebenarnya kegunaan pajak itu.
4.
METODE
PENULISAN
Bab
1 PENDAHULUAN
Pada
bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan metode
penulisan.
Bab
II PEMBAHASAN
Pada
bab ini membahas tentang pengertian pajak, isi undang-undangnya, dan kegunaan
pajak tersebut.
Bab
III PENUTUP
Dalam
bab ini mengemukakan tentang kesimpulan dan saran.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
PAJAK
Pajak
didefinisikan dengan iuran kepada Negara terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelanggarakan pemerintahan.
2.
PERANAN
PAJAK
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan. Karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan
hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a.
fungsi
anggaran (budgetair)
Pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b.
fungsi
mengatur (regureled)
Pemerintah
bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi
mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
c.
fungsi
stabilisasi
Dengan
adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal
ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
d.
fungsi
redistribusi pendapatan
Pajak
yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
3.
SYARAT
PEMUNGUTAN PAJAK
Tidaklah
mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat
akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak
akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a.
pemungutan
pajak harus adil
Pajak
mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil
dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya :
1)
Dengan
mengatur hak dan kewajiban wajib pajak
2)
Pajak
diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3)
Sanksi
atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran
b.
pengaturan
pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1)
Pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin
kelancarannya
2)
Jaminan
hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3)
Jaminan
hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
4)
Pungutan
tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
c.
system
pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana
pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem
yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang
harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak
untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem
pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
4.
MANFAAT
PAJAK
Sebagaimana
halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara
juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan
sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara
sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari
belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan.
Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas,
kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang
pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi
seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai
dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang
semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak.
Dengan
demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat
dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping
fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi
redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang
lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu
tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara
baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi
pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada
dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
5.
JENIS
PAJAK
Secara
umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -
Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak-pajak
Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
a.
Pajak
Penghasilan (PPh)
PPh
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian
maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah,
dan lain sebagainya.
b.
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
PPN
adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada
dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu
sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean
adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan
ruang udara diatasnya.
c.
Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain
dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah,
juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah :
1)
Barang
tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
2)
Barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3)
Pada
umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
4)
Barang
tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
5)
Apabila
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat
d.
Bea
Meterai
Bea
Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian,
akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB
adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)
BPHTB
adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun
realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik
Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
a.
Pajak
Propinsi
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
dan Kendaraan di Atas Air
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bemotor
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan
Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
b. Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C
7.
Pajak
Parkir
6.
CONTOH
KASUS
Kasus Manipulasi Pajak, dari Bakrie hingga BCA
Setelah mengulas masalah kasus pajak yang ada di BCA,
saya jadi tertarik dan mulai mencari tahu lebih jauh kasus-kasus pajak yang ada
di Indonesia. Saya mendapatkan sebuah kesamaan kasus yang terjadi di beberapa
perusahaan besar di Indonesia, seperti Bakrie Group, BCA, PT. Metropolitan
Retailmart, Asian Agri, Berau Coal, dan lain sebagainya. Kasus manipulasi pajak
ini rupanya tidak hanya terjadi sekali, melainkan begitu banyak perusahaan yang
terlibat dalam kasus tersebut.
Masih ingatkah pembaca dengan nama Gayus Tambunan,
seorang petugas pajak yang menerima suap terkait pengurusan permohonan
keberatan pajak. Kasus Gayus sama dengan kasus pajak yang menimpa Hadi
Poernomo, dan BCA.
Gayus Tambunan dipidana karena terbukti menerima suap
uang sebesar Rp 925 juta rupiah dari Roberto Santonius terkait kepengurusan
gugatan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart dan menerima 3,5 juta dollar
Amerika dari Alif Kuncoro terkait kepengurusan pajak tiga perusahaan Grup
Bakrie, yakni PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resource.
Gayus Tambunan dinilai telah terbukti menerima suap
dan melakukan tindak pencucian uang dari tiga perusahaan Bakrie Group senilai 7
juta dollar AS, lalu membagi uang itu ke Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki,
Maruli Pandapotan Manurung, dan pejabat-pejabat di Ditjen Pajak lain. “Saya
terima tiga juta dollar AS,” kata Gayus.
Gayus menjelaskan sumber dana yang dia terima ketika
masih bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, yakni dari PT Bumi Recources, PT
Arutmin, dan PT Kaltim Prima Coal. Dengan suap tersebut Bakrie Group
menginginkan Gayus Tambunan melakukan tiga pekerjaan, PT Bumi Resources
mengajukan banding tahun 2005, Gayus diminta untuk membuatkan surat banding,
surat bantahan-bantahan, dan termasuk persiapan apa saja yang dibutuhkan dengan
imbalan sebesar 3 juta dollar AS yang kemudian ia bagikan kepada Alif Kuncoro,
Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung.
Serupa dengan kasus Gayus Tambunan dengan sejumlah
perusahaan terkait pengurusan permohonan keberatan pajak, kasus yang sama juga
terulang di tubuh Bank BCA dengan Hadi Poernomo-nya, namun bedanya apabila
kasus Gayus sudah tuntas, kasus penggelapan pajak yang menyeret PT. Bank BCA
Tbk dalam daftar hitam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih
saja belum mencapai kata final sejak dibukanya penyelidikan pada tahun 2003
silam.
Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga
menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan dengan membuat Surat
Keputusan (SK) yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak
yang disampaikan oleh pihak Bank BCA. Hadi Poernomo selaku dirjen pajak diduga
memanipulasi telaah direktorat PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. BCA
mengajukan surat keberatan wajib pajak dengan nilai yang cukup fantastis yakni
sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah-nya atau non performance
loan (NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.
Setelah ditelaah oleh Direktorat PPH, permohonan
keberatan wajib pajak yang diajukan BCA ditolak, namun oleh Hadi Poernomo
selaku Dirjen Pajak mengintruksikan Direktur PPH yang semula menolak menjadi
menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA
sehari sebelum masa jatuh tempo pemberian keputusan final.
Oleh putusan Hadi Poernomo tersebut, diyakini BCA
telah merugikan negara dengan tidak membayar pajak sebesar Rp 375 miliar.
Selain itu, keputusan Hadi Poernomo mengabulkan
permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA juga semakin terasa janggal
apabila mengingat hal serupa juga dilayangkan Bank Danamon perihal keberatan
pajak atas nilai transaksi sebesar Rp 17 triliun tetapi ditolak oleh pengadilan
pajak. Anehnya, hal ini serupa namun hasilnya berbeda.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai
tersangka dengan dikenakan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling
banyak Rp 1 miliar berdasarkan pelanggaran terhadap pasal 2 ayat 1 dan atau
pasal 3 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dimana
pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan.
Selain dua kasus besar di atas, ada juga contoh kasus
manipulasi pajak yang menimpa perusahaan besar di Indonesia. Asian Agri dengan
14 anak usahanya terbukti tidak bayar pajak sebesar Rp 1,259,9 triliun selama
empat tahun, sehingga dikenakan sangsi atau denda pajak sebesar Rp 653,4
miliar.
Maraknya kasus manipulasi pajak di Indonesia, saya
harap instansi terkait pengawas pajak bekerja lebih keras untuk meminimalisir
adanya kasus-kasus serupa di masa yang akan datang. Selain itu, KPK juga
baiknya segera menuntaskan pengusutan kasus manipulasi pajak yang masih
menggantung.
KOMENTAR:
Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran
atau disingkat FITRA. Selain ICW, Forum Pajak Berkeadilan dan BRSK ada satu
lagi LSM yang juga peduli akan pengusutan kasus pajak BCA yakni FITRA.
Lagi-lagi sama dengan tiga organisasi yang saya sudah paparkan diatas,
tuntutannya sama yaitu agar KPK segera menuntaskan kasus ini. Koordinator
FITRA, Ucok Sky Khadafi “KPK jangan hanya fokus pada Hadi. Tapi juga
orang-orang BCA juga yang mendapatkan keuntungaan dari kasus penglempangan
pajak ini, segera periksa oleh KPK,” Sudah sangat jelas bahwa memang ada yang
salah dengan BCA.
Menurut saya memang kurang kredibel apabila hanya
melihat tuntutan-tuntutan tersebut berasal dari LSM yang notabene kurang dapat
dipercaya. Bisa saja LSM tersebut merupakan kelompok bayaran yang mengatas
namakan kepedulian sosial. Tapi kenapa saya bisa yakin bahwa memang ada yang
salah dengan BCA? Sebab tidak hanya LSM yang kurang jelas latar belakangnya,
LSM semacam ICW dan Forum Pajak Berkeadilan bahkan juga turut buka suara
terhadap kelanjutan pengusutan kasus manipulasi pajak BCA. Bagi saya ICW dan
Forum Pajak Berkeadilan merupakan organisasi yang tingkat kredibilitasnya tidak
perlu dipertanyakan lagi,. Tidak saja saya, bahkan mungkin beberapa dari
pembaca juga sependapat dengan saya.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Sudah
dijelaskan bahwa fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran umum Negara.
Namun realita terbesarnya, kegunaan pajak di Indonesia adalah untuk membayar
cicilan hutang. Hampir setiap tahun persen penggunaan uang pajak sebagai
cicilan hutang cukup besar. Jadi, kemauan masyarakat untuk membayar pajak akan
membantu Negara ini terbebas dari hutang Meski ada kasus penyelewengan yang
terjadi, tentunya tidak semua para petugas pajak melakukan perbuatan haram
tersebut. Hanya orang yang tidak sayang dengan Negara ini yang mau memakan
harta yang digunakan untu membayar utang. Dari pengertian pajak dan
kegunaannya, dapat dipahami bahwa pajak memiliki potensi yang kuat untuk bisa
membayar hutang. Jika Anda orang bijak tentu Anda siap membayar pajak.
2.
SARAN
Kita sebagai masyarakat di negara Indonesia wajib
membayar pajak untuk kelangsungan hidup negara ini dan juga untuk membangun
negara ini agar mencapai kesejahteraan bersama, tetapi kewajiban membayar pajak
yang sudah terlaksana ini harus diwujudkan dengan wujud nyata mana hasil dari
pembayaran pajaknya. Sekarang banyak kasus penyalahgunaan pajak kasusnya juga
bukan dilakukan oleh satu orang saja tapi beberapa orang bahkan hampir banyak
pejabat tinggi negara yang melakukannya, ini adalah contoh bahwa penerapan
pajak di Indonesia kurang pengawasan. Pembayarannya menjadi kewajiban tapi
hasil dari pembayaan pajaknya tidak jelas untuk apa? Dan untuk siapa? Maka
disarankan jangan hanya masyarakat yang mematuhi peraturan saja tetapi pejabat
tinggi negara juga harus mematuhi. Ini untuk kepentingan bersama bukan
perseorangan.
DAFTAR
PUSTAKA
beritatrans.com