1.
Struktur Produksi
Sistem
adalah satu kumpulan komponen yang saling berintegrasi untuk menjalankan suatu
aktivitas atau suatu proses yang dimulai dari input sampai output, input dalam
hal ini meliputi bahan baku yang nantinya akan mengalami proses produksi
sehingga akan menghasilkan suatu output berupa produk jadi.
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan baku atau bahan belum jadi menjadi barang jadi.
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan baku atau bahan belum jadi menjadi barang jadi.
Sistem
Produksi adalah suatu gabungan dari komponen-komponen yang saling berhubungan
dan saling mendukung untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan.
Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
·
Sifat
manusia dalam perilaku konsumsinya yang berubah dari konsumsi barang pertanian
menuju konsumsi barang-barang industry
·
Perubahan
teknologi yang terus-menerus, dan
·
Semakin
meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Terangkan arti GDB sebagai indikator kemakmuran ekonomi dengan segala kekuatan dan kelemahannya dalam perkembangan perekonomian Indonesia selama ini.
Manfaat GDB :
1) Dapat mengetahui dengan segera
apakah perekonomian mengalami pertumbuhan atau tidak.
2) Menghitung perubahan harga.
Keterbatasan GDB :
1) Perhitungan GDB dan analisis
kemakmuran.
2) Perhitungan dan masalah
kesejahteraan.
3) GDB perkapita dan masalah produksi.
2.
Pendapatan Nasional
·
Pendapatan
Nasional
Pendapatan
nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh
rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor
produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Pendekatan Nasional sering digunakan
dalam hal :
·
Menentukan
laju tingkat pertumbuhan perekonomian suatu Negara
·
Mengukur
keberhasilan suatu Negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
·
Membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat
suatu Negara dengan Negara lainnya.
Ada 3 metode dalam menghitung
pendaptan nasional:
a. Pendekatan produksi
Pendekatan
produksi (PDB/PGNP) merupakan pendapatan berasal dari pengunaan faktor-faktor
untuk menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini memiliki kelemahan yang munculnya
double counting atau perhitungan ganda. Perhitungan gnda yang dimaksud yaitu
nilai produk yang sebelumnya akan ditambahkan pada produk-produk turunan
berikutyna dan digunakan sebagai nilai akhir produk tersebut. Akibatnya nilai
produk akhir menjadi lebih tinggi. Salah satu usaha untuk mengurangi dampak
dari double counting yaitu dengan menggunakan pendekatan value added atau nilai tambah. Dalam pendekatan ini nilai
produk akan dilihat nilai tambahnya pada produk turunan brikutnya sehingga yang
Nampak pada nilai barang akhir yaitu jumlah keseluruhan nilai barang akan sama
dengan nilai akhir produk turunan terakhir. Pendekatan produksi bisa dicari
dengan Yield = (P1 x O1)+ (P2 x Q2)+…(Pn x Qn)
b. Pendekatan penerimaan
Pendekatan
Pengeluaran (PNB/GNP) merupakan perhitungan pendapatan dengan melihat
pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yatiu rumah tangga konsumsi,
rumah tangga perusahaan dan pemerintah. Pendekatan ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Y=C+I+G(X-M)
Ket:
Y = Yield
C = Consumption
I = Investment
G = Government Expenditure
X = Expor
M = Import
c. Pendekatan pengeluaran
Pendekatan
pendapatan (PN/NI) merupakan pendekatan yang mengarah pada penerimaan atas
pengunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Y=r+w+i+p
Ket:
Y=Yield
r=rent
w=wage
i=interest
p=profit
·
Disposable
Income
Pendapatan
yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap
untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi
tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini
diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung.
Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat
dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib
pajak, contohnya pajak pendapatan.
·
Pendapatan Nasional Perkapita
Pendapatan nasional perkapita adalah besarnya pendapatan
rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil
pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara
tersebut.
Pendapatan
perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat
pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin
makmur negara tersebut.
Pendapatan nasional pada dasarnya
merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya
pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita
negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun
akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu negara.
Untuk lebih memperjelas, perhatikan
tabel di bawah ini!
Dari tabel 1.1 di atas, nampak jelas
bahwa India yang memiliki PDB per tahun US $ 427.407.000.000,00 hanya
mendapatkan pendapatan per kapita US $ 440,00. Lain halnya dengan Singapura
yang mendapatkan PDB per tahun US $ 95.453.000.000,00 ternyata pendapatan per
kapitanya US $ 30.170,00. Mengapa demikian?
Ternyata tingginya pendapatan nasional suatu negara, tidak menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah penduduk juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.
Ternyata tingginya pendapatan nasional suatu negara, tidak menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah penduduk juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.
3. Distribusi Pendapatan
Nasional dan Kemiskinan
a. Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di
Indonesia
Masalah
besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya
ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan.
Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah
keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap
kondisi sosial dan politik.
Masalah
kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang
berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini.
Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan
angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang
dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar
angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara
maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang
relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak
terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian,
masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah
menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai
upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa
bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk
memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di
negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional
seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya
berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan
bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur
sosial dan perekonomian negara bersangkutan.
Perbedaan
pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan
faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak
(kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan
memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik,
perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu
melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan
kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses
otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan
yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan
subsidi.
Penetapan
pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya
tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah,
asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut
apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin
tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda
pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses
redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya
Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya
terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan
masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru
sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya
disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar
pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong
dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
b. Analisis Distribusi Pendapatan
1. Distribusi
Ukuran (personal distribution of income)
Distribusi
pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi
ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling
sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah
penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
Yang
diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang,
tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba
usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
Lokasi
sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang
menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga
diabaikan.
2.
Kurva Lorenz
Sumbu
horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif.
Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah
(penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah
total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian
seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100 persen atau
seluruh populasi atau jumlah penduduk.
Sumbu
vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh
masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada
titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama
panjangnya.
Setiap
titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah
penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total
penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal
melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen
dari jumlah penduduk.
Titik
yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen
pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.
Garis
diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality)
dalam distribusi ukuran pendapatan.
3.
Koefisien Gini dan Ukuran
Ketimpangan
Pengukuran
tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat
sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang
terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh
bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
4.
Koefisien Gini dan Ukuran
Ketimpangan Agregat
Pengukuran
tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat
sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang
terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh
bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan)
agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan
sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
Angka
ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan
penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
Untuk
negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling
merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
c.
Pengertian Kemiskinan Menurut Beberapa Ahli
Pengertian kemiskinan disampaikan
oleh beberapa ahli atau lembaga, diantaranya adalah:
·
BAPPENAS
(1993) mendefisnisikan keimiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang
terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang
tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
·
Levitan
(1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan
pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang
layak. Faturchman dan Marcelinus Molo (1994) mendefenisikan bahwa kemiskinan
adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya.
·
Menurut
Ellis (1994) kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah
dari dimensi ekonomi, sosial politik.
·
Menurut
Suparlan (1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup
yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
·
Reitsma
dan Kleinpenning (1994) mendefisnisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non
material.
·
Friedman
(1979) mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
memformulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliptui : asset (tanah,
perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang
memadai), organisiasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai
kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau
jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.
Dengan beberapa pengertian tersebut dapat diambil satu poengertian bahwa
kemiskinan adalah suatu situasi baik yang merupakan proses maupun akibat dari
adanya ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungannya untuk
kebutuhan hidupnya.
d. Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Konteks
Pembangunan Ekonomi Indonesia Selama Ini
Simon
Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve)
bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin
tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu,
distribusi pendapatan makin merata.
Sumber :